DPC PWRI Soroti Sejumlah Kejadian yang Mencoreng Pelaksanaan Program MBG di Tasikmalaya

Lintaspasundan-news

Tasikmalaya, Jawa Barat,- Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digagas sebagai solusi nasional untuk mengatasi masalah gizi anak dan keluarga prasejahtera, kini menjadi sorotan tajam di Kabupaten Tasikmalaya. Alih-alih menjadi jawaban atas krisis pangan dan gizi, pelaksanaan program ini justru memicu gelombang protes, dugaan pelanggaran, dan kritik keras dari berbagai elemen masyarakat, termasuk dari kalangan media.

Ketua Dewan Pimpinan Cabang Persatuan Wartawan Republik Indonesia (DPC PWRI) Kabupaten Tasikmalaya, Chandra F Simatupang, menyampaikan kecaman terbuka terhadap pelaksanaan MBG yang dinilai sarat masalah. “Program ini telah melenceng jauh dari semangat awalnya. Bukannya memberi harapan, malah menimbulkan keresahan. Ini bukan sekadar soal teknis, tapi soal integritas dan tanggung jawab publik,” tegas Chandra saat memberikan komentarnya melalui grup WhatsApp DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, Minggu, (28/9/2025).


*Rentetan Masalah: Dari Keracunan Massal hingga Limbah Berbahaya*


Sejumlah kejadian yang mencoreng pelaksanaan MBG di Tasikmalaya mencuat ke publik dalam beberapa pekan terakhir. Salah satu yang paling menghebohkan adalah insiden keracunan massal yang menimpa puluhan pelajar di wilayah selatan Tasikmalaya. Berdasarkan investigasi awal, makanan yang dikonsumsi berasal dari salah satu dapur penyedia makanan (SPPG) yang menjadi mitra program MBG.


Beberapa warga khususnya orangtua siswa mengungkapkan bahwa makanan yang disajikan tidak memenuhi standar kelayakan. “Kami temukan pisang mentah, nasi yang basi, dan lauk yang tidak layak konsumsi. Ini bukan hanya soal kualitas, tapi menyangkut nyawa anak-anak kita,” ujarnya.


Tak hanya itu, limbah cair dari dapur SPPG yang tidak memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) juga menjadi sorotan. Warga sekitar mengeluhkan bau menyengat dan pencemaran lingkungan yang mengancam kesehatan masyarakat. Serikat Masyarakat Tasikmalaya (SEMATA) memberikan ultimatum kepada DPRD dan Koordinator SPPG untuk melakukan evaluasi menyeluruh dalam waktu satu minggu, dengan ancaman aksi demonstrasi besar-besaran jika tuntutan tidak dipenuhi.


*Dugaan Konflik Kepentingan dan Praktik Monopoli*


Ketua SEMATA, Ahmad Nazmudin, mengungkapkan adanya dugaan konflik kepentingan dalam pengelolaan MBG. Ia menuding beberapa anggota dewan memiliki keterlibatan langsung dalam bisnis penyedia makanan, sehingga berpotensi menciptakan monopoli dan penyalahgunaan anggaran.


“Program sebesar ini, dengan anggaran nasional mencapai Rp335 triliun, seharusnya dikelola secara profesional dan transparan. Tapi yang terjadi justru sebaliknya—ada indikasi penguasaan proyek oleh segelintir pihak yang punya akses politik,” kata Ahmad, pada saat melakukan audiensi bersama DPRD Kabupaten Tasikmalaya pada Rabu, (24/9/2023).


Ia juga menyoroti lemahnya sistem pengawasan dan audit internal, yang membuka celah bagi praktik korupsi dan kebocoran anggaran. Menurutnya, jika tidak segera dibenahi, MBG bisa menjadi skandal nasional yang merusak kepercayaan publik terhadap program sosial pemerintah.


*Sikap Tegas DPC PWRI: Media Sebagai Garda Terdepan*


DPC PWRI Kabupaten Tasikmalaya, melalui Chandra F Simatupang, menyatakan komitmennya untuk terus mengawal isu ini. Ia menegaskan bahwa peran media bukan hanya sebagai penyampai informasi, tetapi juga sebagai pengawas publik yang independen.


“Wartawan adalah mata dan telinga rakyat. Kami tidak akan diam melihat ketidakadilan dan penyimpangan. Kami akan terus menyuarakan kebenaran, menuntut transparansi, dan mendorong akuntabilitas dari semua pihak yang terlibat,” tegas Chandra.


Ia juga mendesak pemerintah daerah untuk segera membentuk Tim Satgas Pengawasan MBG yang melibatkan unsur masyarakat sipil, akademisi, dan media. Menurutnya, hanya dengan kolaborasi lintas sektor, reformasi program MBG bisa dilakukan secara menyeluruh dan berkelanjutan.


*Harapan dan Jalan Keluar*


Di tengah kritik dan tuntutan, masyarakat Tasikmalaya berharap agar pemerintah pusat dan daerah tidak hanya melakukan tambal sulam, tetapi benar-benar mereformasi sistem pelaksanaan MBG. Evaluasi menyeluruh, audit independen, dan pelibatan masyarakat dalam pengawasan menjadi kunci agar program ini kembali ke jalur yang benar.


“Program MBG adalah ide baik yang rusak karena pelaksanaan buruk. Kita harus berani memperbaiki, bukan menutup-nutupi,” tutup Chandra.

(Aris)

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.