Lintaspasundan news com
SIINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA.(07/03/2025). Tentu saja! Kebahagiaan dan kesedihan adalah dua hal yang bertolak belakang, tetapi ketika keduanya dibingkai dalam keberkahan bulan suci Ramadhan, masing-masing memperoleh makna yang lebih dalam.
Menyulam Kebahagiaan: Di bulan Ramadhan, kebahagiaan bukan hanya tentang kesenangan duniawi, tetapi juga tentang kedamaian batin, keberkahan, dan kebahagiaan spiritual. Rasa bahagia bisa hadir melalui ibadah, berbagi dengan sesama, atau sekadar menikmati waktu bersama keluarga.
Menepis Kesedihan: Kesedihan dalam hidup memang tidak bisa dihindari, tetapi Ramadhan mengajarkan kita untuk menghadapinya dengan sabar dan tawakal. Keberkahan Ramadhan memberi peluang untuk mendekatkan diri kepada Allah, menemukan ketenangan dalam doa, dan merasakan kebersamaan yang mengurangi beban kesedihan.
Ketika kebahagiaan dan kesedihan dibalut dengan keberkahan Ramadhan, keduanya menjadi sarana mendekatkan diri kepada Allah. Kebahagiaan tidak membuat kita lalai, dan kesedihan tidak membuat kita putus asa—justru keduanya saling melengkapi dalam perjalanan spiritual kita di bulan suci ini.
Bacajuga
https://www.lintaspasundan.com/2025/03/guna-tingkatkan-iman-dan-taqwa-polres.html
Apakah kedua kata ini bisa dikatagorikan untuk bertawakal.
Menyulam kebahagiaan dan menepis kesedihan di bulan suci Ramadhan bisa dikategorikan sebagai bentuk tawakal, asalkan dilakukan dengan penuh keikhlasan dan keyakinan kepada Allah.
Tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada Allah setelah berusaha sebaik mungkin. Dalam konteks ini:
Menyulam kebahagiaan bisa dianggap sebagai tawakal jika kebahagiaan yang dicari bukan hanya sekadar kesenangan duniawi, tetapi juga kebahagiaan yang didasari rasa syukur dan keimanan. Misalnya, merasa bahagia karena bisa beribadah lebih baik, berbagi dengan sesama, atau mendekatkan diri kepada Allah.
Menepis kesedihan juga bisa menjadi bagian dari tawakal jika dilakukan dengan berserah diri kepada Allah, menerima takdir-Nya dengan sabar, dan tetap berusaha mencari ketenangan melalui doa, dzikir, dan ibadah lainnya.
Jadi, selama kebahagiaan dan kesedihan itu dikaitkan dengan keyakinan kepada Allah, serta dihadapi dengan usaha dan kepasrahan kepada-Nya, maka keduanya bisa menjadi bentuk tawakal yang sejati.
Ayat suci Al'quran dan Hadis yang terkait dengan kedua kata kebahagian dan kesesihan :
Kata terkait menyulam kebahagiaan dan menepis kesedihan dalam perspektif Islam, ada beberapa ayat Al-Qur’an dan hadis yang mendukung konsep ini:
1. Ayat Al-Qur’an yang Mendukung
a. Kebahagiaan yang Hakiki dalam Keberkahan
Surah Al-Baqarah (2:286):
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya, dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya."
Ayat ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati datang dari penerimaan atas takdir Allah serta usaha yang kita lakukan. Dengan berbuat baik dan bertawakal, seseorang akan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya.
b. Menghadapi Kesedihan dengan Keimanan
Surah At-Taubah (9:51):
"Katakanlah: 'Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah Pelindung kami, dan hanya kepada Allah orang-orang yang beriman harus bertawakal.'”
Ayat ini mengajarkan bahwa kesedihan tidak boleh membuat kita putus asa, melainkan harus disikapi dengan tawakal kepada Allah.
2. Hadis yang Mendukung
a. Kebahagiaan dalam Iman dan Syukur
Rasulullah ï·º bersabda:
"Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin! Sesungguhnya semua perkaranya itu baik baginya, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapa pun kecuali orang mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan, dia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika dia ditimpa kesulitan, dia bersabar, maka itu baik baginya."
(HR. Muslim, No. 2999)
Hadis ini menunjukkan bahwa kebahagiaan bisa diraih dengan rasa syukur, sementara kesedihan bisa diatasi dengan kesabaran dan keimanan.
Bacajuga
https://www.lintaspasundan.com/2025/03/momentum-positif-dan-mempererat.html
b. Menepis Kesedihan dengan Tawakal
Rasulullah ï·º bersabda:
"Seandainya kalian bertawakal kepada Allah dengan sebenar-benarnya tawakal, niscaya kalian akan diberi rezeki sebagaimana burung diberi rezeki; ia pergi di pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang di sore hari dalam keadaan kenyang."
(HR. Tirmidzi, No. 2344)
Hadis ini mengajarkan bahwa ketenangan hati dan kebahagiaan datang dari sikap tawakal yang sejati kepada Allah.
Kesimpulan
Baik kebahagiaan maupun kesedihan akan memiliki makna jika dibingkai dalam keberkahan dan tawakal kepada Allah. Al-Qur’an dan hadis mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati datang dari iman, syukur, dan tawakal, sementara kesedihan bisa ditepis dengan kesabaran dan keyakinan pada takdir Allah.
Sumber : Literatur populer dan pustaka pribadi.
IWAN SINGADINATA.
#PUBLIK,#SEMUAORANG,#SOROTAN