" Wajah Baru Premanisme di Indonesia: Dari Jalanan ke Jabatan .Penulis : Acep Sutrisna, Analis Kebijakan Publik Tasik Utara

Lintaspasundan com

Premanisme di Indonesia bukan lagi sekadar aksi preman jalanan yang mengandalkan otot dan intimidasi. Fenomena premanisme gaya baru telah berevolusi, menyusup ke berbagai lapisan masyarakat dengan wajah yang lebih licik, terorganisir, dan bahkan terselubung legalitas. Dari ormas yang mengatasnamakan solidaritas hingga pejabat berdasi yang memanipulasi hukum, premanisme kini menjadi ancaman serius bagi tatanan sosial dan keadilan. Artikel ini akan mengupas tuntas aktor utama, motivasi, dampak, serta cara membedakan kekuasaan sah dari premanisme berseragam hukum.


Apa Itu Premanisme Gaya Baru?


Premanisme gaya baru adalah bentuk modern dari praktik intimidasi, pemerasan, dan penyalahgunaan kekuasaan yang tidak lagi terbatas pada kekerasan fisik. Berbeda dengan preman tradisional yang beroperasi di jalanan dengan tampilan seram, premanisme masa kini sering kali beroperasi di balik topeng organisasi, jabatan, atau bahkan hukum. Fenomena ini mencakup tiga wajah utama:


Premanisme Berkedok Ormas: Organisasi masyarakat (ormas) tertentu mengklaim memperjuangkan identitas atau solidaritas, namun di lapangan justru melakukan pemerasan, penguasaan lahan, atau intimidasi.


Premanisme Berdasi: Ini adalah premanisme yang dilakukan oleh individu atau kelompok dalam posisi berkuasa, seperti pejabat publik atau pengusaha berpengaruh, yang memanfaatkan jabatan atau legalitas semu untuk kepentingan pribadi.


Premanisme Amatiran: Kelompok atau individu yang meniru gaya premanisme untuk mendapatkan keuntungan cepat, sering kali memperkeruh situasi sosial dengan aksi kekerasan yang tidak terorganisir.


Fenomena ini tidak hanya merugikan masyarakat sipil, tetapi juga menggerus kepercayaan publik terhadap institusi hukum dan pemerintahan.


Aktor Utama Premanisme Gaya Baru


Siapa saja yang menjadi dalang di balik premanisme gaya baru? Berikut adalah aktor-aktor utamanya:


1.     Organisasi Masyarakat (Ormas) Bermasalah


Banyak ormas di Indonesia awalnya didirikan dengan tujuan mulia, seperti memperjuangkan identitas budaya, agama, atau kepentingan komunitas. Namun, beberapa di antaranya bertransformasi menjadi alat untuk memeras masyarakat. Mereka sering kali menguasai sektor informal seperti parkir, keamanan pasar, atau bahkan proyek pembangunan. Dengan dalih “perlindungan” atau “sumbangan”, ormas ini memaksa pedagang kecil atau pengusaha lokal untuk membayar upeti.


2.     Pejabat dan Elit Berkuasa


Premanisme berdasi jauh lebih berbahaya karena dilakukan oleh individu yang memiliki akses ke kekuasaan formal. Pejabat publik, aparat penegak hukum, atau pengusaha berpengaruh sering kali memanfaatkan posisi mereka untuk memeras, memanipulasi tender proyek, atau bahkan mengkriminalisasi lawan politik. Praktik ini sering kali sulit dideteksi karena terselubung dalam prosedur hukum atau birokrasi yang tampak sah.


3.     Kelompok Amatiran dan Opportunis


Di era media sosial, muncul pula premanisme amatiran yang meniru gaya preman untuk mendapatkan perhatian atau keuntungan. Mereka mungkin tidak memiliki struktur organisasi yang jelas, tetapi aksi mereka—seperti provokasi, ancaman, atau kekerasan kecil—dapat memperburuk iklim sosial. Contohnya adalah kelompok-kelompok yang memanfaatkan isu sensitif seperti agama atau etnis untuk memicu konflik demi keuntungan pribadi.


Motivasi di Balik Premanisme Gaya Baru

Bacajuga

https://www.lintaspasundan.com/2025/05/hubungan-makna-pendidikan-dengan-makna.html

Apa yang mendorong aktor-aktor ini terlibat dalam premanisme gaya baru? Ada beberapa motivasi utama:


1.     Keuntungan Ekonomi: Baik ormas, pejabat, maupun kelompok amatiran, motif utama sering kali adalah uang. Pemerasan, penguasaan aset, atau manipulasi proyek adalah cara cepat untuk mengeruk keuntungan.


2.     Kekuasaan dan Pengaruh: Premanisme gaya baru sering digunakan untuk mempertahankan atau memperluas pengaruh politik dan sosial. Dengan mengintimidasi lawan atau mengendalikan komunitas, aktor-aktor ini memperkuat posisi mereka.


3.     Kelemahan Sistem Hukum: Rendahnya penegakan hukum di Indonesia menjadi ladang subur bagi premanisme. Celah dalam regulasi, korupsi, dan lemahnya sanksi membuat pelaku merasa kebal hukum.


4.     Legitimasi Palsu: Banyak pelaku premanisme gaya baru menggunakan topeng “kebaikan” seperti memperjuangkan rakyat kecil atau menjaga moralitas untuk menutupi tindakan mereka.


Dampak Premanisme Gaya Baru bagi Masyarakat


Premanisme gaya baru memiliki dampak yang luas dan merusak, terutama bagi masyarakat sipil. Berikut adalah beberapa konsekuensinya:


1.     Ketidakadilan Ekonomi


Pemerasan oleh ormas atau manipulasi proyek oleh pejabat berdasi meningkatkan biaya hidup dan usaha. Pedagang kecil, misalnya, harus membayar “iuran keamanan” yang mengurangi pendapatan mereka. Di level yang lebih besar, proyek infrastruktur yang dikuasai elit sering kali tidak efisien dan merugikan anggaran negara.


2.     Ketakutan dan Ketidakamanan Sosial


Intimidasi oleh kelompok preman, baik amatiran maupun terorganisir, menciptakan iklim ketakutan. Masyarakat menjadi enggan menyuarakan pendapat atau melawan ketidakadilan karena khawatir akan ancaman fisik atau hukum.


3.     Krisis Kepercayaan Publik


Ketika pejabat atau aparat hukum terlibat dalam praktik premanisme, kepercayaan masyarakat terhadap institusi negara melemah. Hal ini dapat memicu apatisme politik atau bahkan konflik sosial yang lebih besar.


4.     Polarisasi dan Konflik


Premanisme amatiran yang memanfaatkan isu sensitif sering kali memicu polarisasi di masyarakat. Konflik berbasis agama, etnis, atau ideologi menjadi semakin mudah tersulut, merusak kohesi sosial.



Membedakan Kekuasaan Sah dan Premanisme Berseragam Hukum


Salah satu tantangan terbesar dalam menghadapi premanisme gaya baru adalah membedakan kekuasaan yang sah dari kekuasaan yang hanya topeng kekerasan. Berikut adalah beberapa kriteria untuk membedakannya:


1.     Transparansi dan Akuntabilitas: Kekuasaan yang sah selalu transparan dalam pengambilan keputusan dan akuntabel kepada publik. Sebaliknya, premanisme berdasi sering kali beroperasi dalam kerahasiaan atau manipulasi prosedur.


2.     Tujuan Pelayanan Publik: Kekuasaan yang sah bertujuan untuk kesejahteraan masyarakat, bukan kepentingan pribadi atau kelompok. Jika sebuah kebijakan atau tindakan hanya menguntungkan segelintir elit, itu adalah tanda premanisme.


3.     Konsistensi dengan Hukum: Kekuasaan sah mematuhi hukum dan prinsip keadilan. Premanisme, meskipun kadang-kadang menggunakan hukum sebagai alat, sering kali melanggar semangat keadilan.


4.     Respons terhadap Kritik: Kekuasaan yang sah terbuka terhadap kritik dan bersedia memperbaiki diri. Sebaliknya, premanisme cenderung menggunakan intimidasi untuk membungkam kritik.


Solusi Menghadapi Premanisme Gaya Baru


Untuk mengatasi premanisme gaya baru, diperlukan pendekatan yang komprehensif:


1.     Penguatan Penegakan Hukum: Aparat penegak hukum harus bebas dari korupsi dan tekanan politik agar dapat menindak pelaku premanisme, termasuk yang berdasi.


2.     Peningkatan Literasi Masyarakat: Masyarakat perlu dididik untuk mengenali praktik premanisme dan berani melaporkannya. Media dan organisasi masyarakat sipil dapat berperan besar dalam hal ini.


3.     Reformasi Birokrasi: Sistem birokrasi harus diperbaiki untuk mengurangi celah yang dimanfaatkan oleh premanisme berdasi, seperti dalam proses tender atau perizinan.



4.     Pengawasan Ormas: Pemerintah perlu mengawasi ormas secara ketat untuk memastikan mereka tidak menyalahgunakan wewenang atau melakukan pemerasan.



Kesimpulan


Premanisme gaya baru adalah ancaman nyata bagi masyarakat Indonesia. Dengan wajah yang beragam—dari ormas bermasalah hingga pejabat korup—fenomena ini merusak keadilan, ekonomi, dan kohesi sosial. Untuk melawannya, diperlukan kombinasi penegakan hukum yang tegas, literasi masyarakat, dan reformasi sistemik. Yang terpenting, kita harus belajar membedakan kekuasaan yang sah dari premanisme berseragam hukum agar tidak terjebak dalam manipulasi mereka. Mari bersama-sama membangun masyarakat yang adil dan bebas dari intimidasi.



SINGAPARNA KAB. TASIKMALAYA.

(01/05/2025).


IWAN SINGADINATA.

(KONTRIBUTOR BERITA DAERAH)

#PUBLIK

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.