Gedung KBIH Cintaraja:- Gedung Sering Berubah Nama Disinyalir Aset Mangkrak dari Anggaran Aspirasi Pemprov Jabar Bernasib Malang "

 

Lintaspasundan news

SINGAPARNA KABUPATEN TASIKMALAYA (29/10/2025) — Di tengah kebutuhan fasilitas publik yang terus meningkat, sebuah gedung berlabel Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) berdiri megah di kawasan Cintaraja berdanpingan dengan kantor Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Gedung yang sering berubah nama berdampingan dengan gedung Ikatan Bidan Indonesia(IBI) cabang Kabupaten Tasikmalaya. Namun, di balik tembok dan cat yang kini mulai memudar, tersimpan ironi: gedung yang dibangun dari anggaran aspirasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat itu tak pernah sekalipun difungsikan sejak selesai dibangun bertahun-tahun yang lalu.


Jejak Anggaran Aspirasi


Pembangunan gedung ini disebut bersumber dari anggaran aspirasi anggota DPRD Provinsi Jawa Barat asal Tasikmalaya, yang kini telah menjabat sebagai Bupati Tasikmalaya.


Proyek tersebut digadang-gadang sebagai bentuk dukungan pemerintah provinsi terhadap peningkatan kualitas layanan di daerah. Namun, setelah rampung, gedung itu seolah tak punya nasib dan arah pemanfaatan yang jelas  mubazir.


Warga sekitar menyebut kedua gedung itu “bangunan tanpa tuan”. Pintu terkunci, halaman tak terurus dan dipenuhi rumput liar, tak ada aktivitas apapun, sebagaimana fungsi yang semestinya. dan gedung yang sering berganti nama“Dari dulu nggak pernah dipakai. Dan sampai sekarang nggak pernah jalan,” ujar seorang warga masyarakat Cintaraja.


Di Atas Kertas: Sah, Tapi Tak Efektif


Secara administratif, pembangunan tersebut tidak otomatis melanggar hukum, selama proses penganggaran, tender, dan pelaksanaan fisiknya sesuai aturan — yakni UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, serta PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

Namun, dari perspektif akuntabilitas publik dan prinsip “value for money”, kondisi ini jelas bermasalah.


Menurut pengamat kebijakan publik, bangunan yang tidak digunakan termasuk kategori aset mangkrak, yang dalam pemeriksaan BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) kerap dikategorikan sebagai indikasi pemborosan anggaran (inefisiensi).


Anggaran publik harus menghasilkan manfaat nyata. Kalau tidak dimanfaatkan, berarti perencanaan tidak matang. Itu sudah bentuk ketidakefisienan,” ujar salah satu auditor daerah yang enggan disebutkan namanya.


Aset Mangkrak dan Pertanggungjawaban


Dalam laporan audit keuangan daerah, aset yang dibangun tetapi tidak digunakan bisa menjadi temuan BPK, terutama bila tidak ada kejelasan pengelolaan, penyerahan, atau pemanfaatannya.

Kondisi semacam ini menimbulkan beberapa pertanyaan penting:


1. Apakah perencanaan proyek benar-benar didasarkan pada kebutuhan masyarakat?


2. Siapa pihak yang bertanggung jawab atas pengelolaan aset setelah selesai dibangun?


3. Mengapa hingga kini tidak ada upaya pemanfaatan, serah terima, atau perubahan fungsi?


Jika ditemukan bahwa pembangunan dilakukan hanya untuk kepentingan politis atau pencitraan, bukan untuk kebutuhan riil masyarakat, maka bisa muncul indikasi penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) yang berpotensi menyeret pada pelanggaran etik atau bahkan pidana korupsi, bila disertai dengan penyimpangan nilai atau dokumen fiktif.


Politik Anggaran dan “Warisan Diam”


Fenomena seperti ini bukan hal baru di tingkat daerah. Banyak proyek aspirasi anggota dewan yang dibangun menjelang masa kampanye atau akhir periode jabatan, namun tidak memiliki business plan dan rencana pengelolaan jangka panjang.

Akibatnya, gedung-gedung megah itu berubah menjadi monumen politik, bukan fasilitas publik yang hidup.


Dalam kasus kedua gedung yang berlokasi diCintaraja, masyarakat menilai proyek tersebut kini lebih menyerupai warisan diam dari politik anggaran, bukan investasi sosial. Sementara itu, dana ratusan juta — bahkan mungkin miliaran rupiah — dari APBD Provinsi Jawa Barat telah terserap tanpa manfaat yang jelas.


Akhirnya: Bukan Sekadar Gedung Kosong


Gedung KBIH Cintaraja dan gedung selalu nama berubah menjadi simbol paradoks pembangunan daerah: proyek ada, manfaat tidak. Dalam sistem keuangan publik yang ideal, setiap rupiah harus kembali ke rakyat dalam bentuk layanan, bukan dinding tanpa makna.


Jika pemerintah daerah tidak segera menindaklanjuti dan menginventarisasi kembali aset semacam ini, bukan tidak mungkin gedung tersebut akan terus menjadi catatan kelam dalam laporan BPK berikutnya sekaligus pengingat bahwa pembangunan tanpa perencanaan adalah bentuk lain dari pemborosan.



IWAN SINGADINATA.

(KONTRIBUTOR BERITA DAERAH)

#GUBERNURJABAR,#KANGDEDIMULYADI

#BUPATITASIKMALAYA,#CECEPNURULYAKIN

#KEJATIJAWABARAT,#BADANPEMERIKSAKEUANGAN,#INSPEKTORATJABAR,#KEJARIKABUPATENTASIKMALAYA,#INSPEKTORATKABUPATENTASIKMALAYA,#PUBLIK,#SEMUAORANG

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.