Dana PSU Rp50 Miliar Dipertanyakan, MPK Tagih Transparansi KPU Tasikmalaya

Lintaspasundan-news

Tasikmalaya, Jawa Barat — Kecemasan publik terhadap pengelolaan anggaran Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan Pilkada 2024 di Kabupaten Tasikmalaya kian menguat. Lembaga Masyarakat Pemerhati Kebijakan (MPK) resmi melayangkan permohonan audiensi kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tasikmalaya, menyusul sejumlah temuan yang dinilai janggal dalam penggunaan dana hibah senilai Rp50 miliar.


Permohonan audiensi tertuang dalam surat bernomor 029/MPK-TSM/ADS/VII-2025 tanggal 2 Juli 2025. MPK menegaskan bahwa dana PSU bukan proyek rahasia, melainkan amanah publik yang harus dikelola secara terbuka. Dugaan markup, keterlambatan pencairan hibah, serta minimnya akses publik terhadap laporan keuangan menjadi sorotan utama.


“Kami tidak akan tinggal diam saat uang rakyat dikelola dalam senyap. Publik berhak tahu ke mana dana PSU ini mengalir,” tegas Arif, Ketua Harian MPK.


Dari total Rp50 miliar anggaran PSU, sekitar Rp23 miliar dialokasikan untuk honorarium badan adhoc, sementara Rp4,8 miliar mengalir ke Bawaslu. Sisanya digunakan untuk logistik, ATK, operasional TPS, hingga sewa gudang.


Yang mengundang kekhawatiran, dana hibah Rp32,1 miliar baru cair H-5 sebelum hari pemungutan suara, memicu kekacauan teknis di lapangan. Bahkan, KPU harus menutupi kebutuhan mendesak dengan dana Silpa (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) sebesar Rp7 miliar.


MPK juga menyoroti pos anggaran sewa gudang logistik sebesar Rp915 juta yang tidak disertai rincian vendor, nilai kontrak, maupun metode pengadaan. Dugaan pelanggaran terhadap Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang dan jasa pemerintah pun mencuat.


Audiensi antara MPK dan KPU digelar Jumat, 11 Juli 2025, dihadiri langsung oleh Ketua KPU Ami Imron Tamami. MPK membawa data pembanding sebagai bahan klarifikasi silang, menyusul kecurigaan adanya ketidaksesuaian dalam struktur dan proporsi anggaran PSU.



Beberapa sorotan penting MPK meliputi:

Honorarium Adhoc: Rp27,17 miliar – porsi terbesar dalam proposal

Logistik Pemilu: Rp4,52 miliar – termasuk surat suara, bilik, tinta, dan distribusi

Sewa Gudang: Rp915 juta – tanpa rincian kontrak dan vendor

Audit Dana Kampanye: Rp190 juta – tidak jelas apakah hasilnya dipublikasikan


MPK mendesak KPU untuk membuka seluruh dokumen realisasi anggaran PSU, termasuk Rencana Kebutuhan Biaya (RKB), SPJ, kontrak vendor, dan hasil audit. Namun, KPU menyatakan belum bisa memenuhi permintaan tersebut karena proses audit masih berlangsung dan menjadi kewenangan BPK serta Inspektorat.


“Kalau tidak ada yang disembunyikan, seharusnya semua data bisa dibuka ke publik,” tegas Arif.


MPK menyatakan bahwa data-data mereka diperoleh dari dokumen resmi pengajuan hibah PSU yang diajukan KPU kepada Pemkab Tasikmalaya, dengan total nilai Rp43,76 miliar. Penggunaan dana mencakup sosialisasi PSU, pembentukan badan adhoc, logistik, audit kampanye, advokasi hukum, hingga operasional pencoblosan.


KPU berdalih bahwa semua penggunaan anggaran akan dijelaskan setelah laporan keuangan selesai diaudit. Namun MPK tak puas. Mereka berencana mengirim surat lanjutan ke DPRD Kabupaten Tasikmalaya dan Inspektorat untuk memfasilitasi audiensi lanjutan serta menelusuri potensi penyimpangan lebih dalam.


“Ini soal etika dan tanggung jawab publik. Jangan tunggu uang rakyat menguap, baru kita menyesal,” pungkas Arif.


Langkah MPK menjadi alarm keras bagi KPU. Di era demokrasi yang menuntut akuntabilitas, pengelolaan dana publik harus tunduk pada prinsip transparansi. KPU harus menjawab keraguan dengan bukti, bukan dengan alasan.


Jika PSU dilaksanakan atas dasar putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 132/PHPU.BUP-XXXIII/2025, maka pelaksanaan anggaran pun harus berdiri di atas landasan hukum dan moral yang sama: jujur, adil, dan terbuka.

(Red)

Posting Komentar

0 Komentar
* Please Don't Spam Here. All the Comments are Reviewed by Admin.